Menjadi Sosok Pelajar Islam
Yang Ideal Di Bumi Khatulistiwa
(Sebuah ulasan tentang Darma
Bakti dan Tafsir Asasi PII)
Oleh
:
Alfiandi[1]
PD
PII Kota Lhokseumawe
Email
: alfiande_pii@yahoo.com
Pendahuluan
Pelajar Islam Indonesia (PII) adalah sebuah
organisasi pelajar yang terbesar di seantro tanah air ini, organisasi yang concern terhadap pengembangan pendidikan,
Pengajaran dan budaya bagi segenap generasi muda yang haus akan jiwa cinta akan
islam. Kiprah organisasi tersebut telah lama mewarnai perkembangan arus perubahan
bangsa, bagaimana tidak, organisasi yang semula berasal dari pemikiran seorang
anak muda yang bernama Anton Timur Djaelani yang risau akan perkembangan wajah
pemuda negeri ini yang tidak bisa menampakan akan jiwa mudanya untuk
berkontribusi bagi bangsa. Dengan niat ikhlas beriktikaf di masjid kauman
Yogyakarta dan dalam masa iktikaf tersebut muncullah ide utuk membentuk suatu
organisasi yang nantinya menjadi organisasi pelajar terbesar di Indonesia yang
dapat mewadahi para-para pelajar islam di negeri ini.
Dan dari pemikirannya organisasi Pelajar Islam
Indonesia terbentuk pada 4 Mei 1947 mengawali munculnya panji-panji islam
dikemudian hari. Dan pemikiran yang paling memiliki nilai filosofi tinggi
adalah yang tertuang dalam dharma bhakti dan tafsir asasi PII, dimana pada
dharma bhakti dan tafsir PII ini menjelaskan secara luas dan mendalam makna
akan tujuan hadirnya organisasi ini.
Dharma bhakti dan tafsir asasi PII ini bisa
dikatakan pemikiran kritis yang dikemas dengan kalimat penuh argumentatif berdasarkan
pemikiran logis sehingga setiap kader yang membacanya mengerti dan memahami
untuk apa seorang kader tersebut ada di dalam PII. Hal ini bisa kita lihat pada
awal kalimat buku ini, yang penulis sebut sebagai “buku mini sarat makna”
memaparkan terlebih dahulu ikrar persatuan abadi yang di ucapkan oleh peserta
konfrensi besar ke-3 PII memunculkan semangat heroik untuk senantiasa berjuang
demi tegakknya islam di negeri ini, bagaimana tidak jika selama ini kita mengenal
yang namanya sumpah pemuda menghasilkan sebuah kalimat yang dapat mempersatukan
pemuda di seluruh Indonesia dengan ucapan bertanah air satu, berbahasa satu,
dan berbangsa satu. Lalu permasalahannya mengapa kita sebagai pemuda dan
pelajar islam tidak bisa mengimplemtasikan “ikrar persatuan abadi” ini sebagai
pondasi kita dalam mengingatkan kita sebagai satu kesatuan Pelajar Islam
Indonesia yang memiliki satu tujuan yang sama?.
Lalu bagaimana isi buku ini mengapa penulis
katakan buku ini memberikan pemahaman
filosofi mendalam akan hakikat kita sebagai Pelajar Islam Indonesia?, hal ini
menurut penulis, pertama sekali kita akan diberikan gambaran menganai garis
sejarah PII. Garis sejarah ini menggambarkan awal lahirnya PII hingga PII
tersebut kian menyebar ke seantro negeri. Banyak orang mengatakan Pembukaan
yang baik dari sebuah buku (kalimat) akan memberikan kesan yang baik pula bagi
pembacanya sehingga pembaca tertarik untuk membaca lebih dalam isi buku
tersebut dan karakteristik tersebut ada dalam dharma bhakti dan tafsir asasi
PII tersebut.
Dengan kalimat pembuka pegenalan lahir PII dan
sambutan dari panglima besar Jendral Sudirman yang bagi sebagian orang yang
bukan berasal dari kalangan PII dan bahkan kalangan kader PII sendiri mungkin
tidak mengeathui bahwa adanya dukungan moral dari jendral tersebut dalam memberikan
semangat bagi para kader PII pada masa itu ketika Indonesia belum lama merdeka tepatnya
pada hari ulang tahun PII yang pertama[2]
untuk melanjutkan perjuangan bangsa dan islam sehingga memberikan rasa bangga
bagi setiap kader-kader PII di manapun berada.
Fase-fase
Buku tersebut
memberikan gambaran akan Perjalanan dan pertumbuhan Pelajar
Islam Indonesia nampak dengan bertingkat-tingkat atau berfase-fase
dalam mengemban amanah untuk kejayaan islam kedepan. Fase-fase tersebut di golongkan
kedalam 5 (lima) fase, yaitu fase kesadaran, fase kebangkitan, fase
perluasan, fase pengokohan dan konsolidasi, dan yang terakhir fase mencipta,
membangun dan memlihara.
Fase
kesadaran adalah fase dimana para kader Pelajar Islam Indonesia
memiliki kesadaran dalam menggunakan kebebasannya untuk berfikir sehingga ia
mengemban amanah terhadap nusa dan bangsa untuk
dapat menyelaraskan tujuan dari PII.
Sehingga rumusan fase kesadaran ini tertuang dalam pasal 4 Anggaran Dasar PII yaitu : “Kesempurnaan
pendidikan, pengajaran dan kebudayaan yang sesuai dengan Islam bagi segenap rakyat Indonesia.”
Munculnya fase kesadaran ini disebabkan permasalahan
yang terjadi pada masa kolonial belanda masih melekat di bangsa ini padahal
bangsa ini sedah merdeka. Adanya pendikotomian terhadap pelajar umum yang
berdasarkan paham barat dan pelajar pesantren yang berdasarkan islam sehingga
harus adanya wadah untuk merubah pola tersebut. Inilah inti fase kesadaran.
Fase kebangkitan
adalah fase dimana Pelajar Islam Indonesia bangkit memenuhi panggilan Rasulullah s.a.w
membuat seimbang antara ilmu dan praktek ibadat dengan
ilmu
dan praktek mu’amalah; keseimbangan antara kehalusan hati dengan kecerdasan otak.
Sehingga kebangkitan ini memaknakan bangkitnya para pemuda islam untuk menjadi
satu kesatuan utuh dalam memenuhi panggilan Rasullah tersebut sehingga
organisasi-organsasi islam lainnya di pelosok negeri bangkit untuk bergerak
maju dari arus pengekangan oleh kaum penjajah.
Dalam fase ini adanya ”Pergabungan Kursus Islam Sekolah Menengah” (PERSIKEM) di
Solo, GPII bagian
Pelajar di beberapa daerah, ”Persatuan Pelajar Islam Indonesia” (PERPINDO) di
Aceh adanya kesan akan kebangkitan
para kaum intelejensia muda Indonesia untuk bergerak maju sehingga pada fase
ini dikenal adanya “perjanjian malioboro” dimana pelajar islam Indonesia
melakukan perjanjian dengan Ikatan Pelajar Indonesia (IPI), yang
inti perjanjian tersebut Pelajar Islam Indonesia disambut gembira dan diakui keperluan dan haknya berdiri serta hidup di tengah-tengah masyarakat.
Dan
puncak bangkitnya Persatuan dan kebangkitan PII nampak dengan jelasnya pada Kongresnya yang ke-1
di Solo pada tanggal 14-16 Juli 1947.
Fase perluasan
adalah fase dimana Pelajar Islam Indonesia meluaskan dirinya untuk mengepakkan
sayap perjuangannya ke daerah-daerah lainnya seperti menghadirkan Komisariat-komisariat
Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil, sehingga
PII dapat eksis tidak hanya pada satu daerah saja melainkan akan menyebar ke
daerah lainnya di pelosok negeri.
Hal
ini di karenakan pada masa itu adalah masa sulit bagi PII dalam bergerak sebab
5 hari setelah kongres pertama peristiwa agresi militer belanda pun muncul
sehingga pertumpahan darah banyak terjadi dan tidak memngkinkan PII hanya ada
dalam satu wilayah saja, pelu perluasan ke daerah-daerah lainnya yang tidak di
blokade oleh militer belanda pada masa itu.
Fase konsolidasi
adalah fase dimana adanya tindakan-tindakan dari PII sendiri untuk menghadirkan
Tindakan
keluar
seperti ikut sertanya PII dalam
pembentukan ”Front Nasional Pemuda” (FNP), tepat pada hari ulang tahun
kemerdekaan ke-3 pada tanggal 17 Agustus
1948. FNP adalah sebagai imbangan
Badan Kongres Pemuda Republik Indonesia
(BKPRI) yang telah mengambil haluan
kiri. FNP adalah suatu badan federasi yang
terdiri dari GPII, HMI, PII, Pemuda Demokrat dan Pemuda Katholik.
Maka PII ikut aktif dalam penyelenggaraan
”Kongres Muslimin
Indonesia” (KMI) pada
tanggal 20-25 Desember 1949.
Sebagai puncak tingkat konsolidasi ini ialah berlangsungnya Kongres PII ke-3 di
Bandung pada tanggal 27-31 Maret 1950. Tiga organisasi lokal yang masih ada, yaitu:
Pelajar
Islam Indonesia Jakarta Raya,
PERPINDO di Aceh,
dan Pelajar
Islam Makasar
meleburkan
diri ke dalam PII.
Fase Mencipta, Membangun
dan Memelihara adalah
fase yang tersukar dan
terberat bagi
PII. Tetapi justru dalam fase inilah diwujudkannya darmabakti Pelajar Islam Indonesia yang akan dapat dirasakan oleh seluruh ummat.
Pada fase ini dikenal adanya Panca Daya Yang merupakan Lima kekuatan yang diperlukan untuk membangun kea rah eksisnya PII di tengah-tengah masyarakat,
panca daya terdiri dari: 1. Daya Cipta yang
mengintegrasikan bahwa para kader PII harus dapat mengembangkan bakatnya
dimanapun ia berada contoh dari adanya daya cipta adalah munculnya majalah
“tunas” yang merupakan wujud daya cipta dari seorang kader PII, 2. Daya Raga, memaknakan para kader PII senantiasa untuk
dapat berkontribusi terhadap penegmbagana raga masyarakat hal ini dapat
terlihat dengan adanya pelaksaaan olah raga baik di desa maupun di kota dan juga
seringnya konfrensi-konfrensi yang dilakukan Pelajar Islam Indonesia mewujudkan
akan adanya daya raga dalam tubuh kader PII, 3. Daya Benda artinya para kader dapat memberikan suatu hal
yang bermanfaat bagi khalayak ramai hal ini terlihat dengan adanya pengorbanan
para kader untuk membangun bangunan seperti mesjid Syuhada, 4. Daya Sosial artinya
para kader senantiasa dapat hidup bersosial di masyarakat dan sebagai wujud
sosial tersebut hadirnya Asrama PII sebagai tempat latihan untuk hidup
bermasyarakat dengan
orang-orang sekeliling
asrama
itu, kemudian
dengan masyarakat yang lebih besar, 5. Daya Politika artinya
para kader memiliki jiwa untuk senantiasa damai dalam kegaduhan carut marut
kepentingan ideologi dan politik sehingga munculnya ikrar ”Persatuan Abadi” memberikan
warna bahwa PII dapat meyerukan seruan suci untuk bersatu dan damai.
Kedudukan
Ulasan
lainnya dari buku ini adalah adanya pembahasan tentang kedudukan Pelajar Islam Indonesia dalam persatuan ummat dimana
dihasilkanlah suatu rusumasan pendidikan dan pengajaran
yang sesuai islam dimana dasar pendidikan yang paling sesuai
dengan misi dari Pelajar Islam Indonesia sendiri adalah berdasarkan tauhid. Hal ini tidak jauh berbeda dengan
pemahaman akan kebudayaan yang sesuai dengan islam, dimana kebudayaan yang ada di negeri
ini harus berdasarkan nilai-nilai islam sebab islam memberikan dasar kebudayaan dan peradaban hal ini dapat kita pahami
bahwa islam merupakan sumber kebudayaan sejati.
Dan permasalahan yang
terakhir dalam buku tersebut adalah masalah soal-soal
yang menyangkut dengan politik, sosial dan ekonomi.
politik memaknakan bahwa Pelajar Islam Indonesia bukan merupakan organisasi
politik yang berpolitik melainkan PII sendiri memandang politik untuk suatu hal
yang di pelajari dan hanya sebatas mengikuti perkembangan politik itu semata
intinya politik itu adalah sebatas objek studi.
Penutup
Menjadi
seorang kader ideal tidak lepas dari nilai-nilai luhur yang telah di ajarkan
oleh pendahulu kita, nilai-nila yang memberikan arti akan bersatu dalam ukhwah
islamiah adalah suatu keindahan tersendiri dalam menjalankan sebuah organisasi.
Dharma bhakti dan tafsir asasi PII ini adalah buah pemikiran pendahulu yang
menjadi pelopor organisasi pelajar islam Indonesia. Nilai yang terkandung dalam
dharma bhakti dan tafsir asasi PII ini adalah suatu pemahaman yang sarat makna
dan memiliki pelajaran berharga bagi setiap kader. Semoga dengan adanya buku
ini akan memberikan pencerahan bagi setiap kader PII dimanapun dan kapanpun ia
berada.
Semoga
PII akan jaya selalu !.
Aceh,
19 Januari 2013
Penulis
[1] Penulis adalah Kabid.Kaderisasi PD PII Kota Lhokseumawe, tulisan ini dibuat sebagai syarat advance Training PW PII Jawa Barat 2013.
[2] Sekarang untuk penyebutan hari ulang
tahun PII banyak kalangan menyebutnya sebagai hari bangkit (HARBA) untuk
merefleksikan lahirnya PII yang memberikan kebangkitan jiwa pelajar islam di
seluruh Indonesia.